Pencarian Jati Diri Part 2

17.41 Viana Dew 0 Comments

Rintik hujan berarak jatuh perlahan
Menerpa kegersangan jiwa sang kekasih pujaan
Terkadang pujaan hati enggan menyapa sentuhan hujan
Padahal jiwa di seberang begitu menginginkan


Kebutuhan ataukah keinginan ?
Ketika dua hal berjajar saling berlawanan
Yang membawa keutamaan 
Ataukah berjajar rapi di penghujung barisan
Ah...tergantung bagaimana diri menempatkan


Ego ataukah kenyataan
Menjunjung tinggi popularitas keberadaan
Terpasung pada indahnya gemerlap yang disajikan 
Ataukah menyadari pada kehendak tangan
Tangan untuk menggenggam pelan
Atau untuk menyangga beban


Biarlah nurani berkata
Dimana jiwa dan raga ditempatkan untuk bertahta
Menusuk kepingan hati dan mimpi bernoda
Tuk berkata apa yang dirasa

0 komentar:

Pencarian Jati Diri Part 1

17.39 Viana Dew 0 Comments

Kuukir sebuah cinta di penghujung mega
Menghambur perlahan membasuh Sukma
Terdiam kadang bergejolak rasa
Namun ah biarlah semua yang menerka
Menjawab lontaran tanya


Ku menapaki tiap keringnya hati
Mencari oase dalam butiran nadi
Sejengkal demi sejengkal berlari
Hingga kutemukan nyatanya diri


Tak lain tak bukan 
Hanyalah sebuah ukiran
Yang tergores pada lembar lukisan
Bukan pada kenyataan


Bolehkan ku bertanya?
Di mana bisa kudapatkan kesejatian
Tanpa ada lontaran perasaan 
Yang menyeruak bak kepingan-kepingan
Yang tersaji dalam kefanaan
Terbungkus rapi dalam kemewahan

0 komentar:

Mengatasnamakan Hidup Untuk Memanipulasi Hidup

17.23 Viana Dew 0 Comments




   Hidup. Ah tak habis-habisnya membicarakan tentangmu. Banyak hilir mudik orang mengatasnamakan hidup untuk memanipulasi hidup. Membicarakan cara untuk tetap hidup tetapi diri bagaikan tak hidup. Hidup macam apa yang sesungguhnya sedang dicari? 

terkadang kita sibuk memikirkan "apa" dan "bagaimana" . Tetapi tidak pernah bertanya "mengapa". Seperti halnya :  
apa yang bisa membuatku kaya ? 
bagaimana cara membuatku kaya?
Selalu saja pertanyaan itu yang terlontar di benak dan pikiran kita. Seolah-olah kekayaan itu bak harta karun yang harus kita miliki sehingga kita melakukan apa saja untuk kekayaan itu. Banyak cara yang membuat kaya, silahkan pilih dengan cara halal ataukah haram. Dengan cara sendiri atau cara yang memanusiakan manusia. Ah banyak cara untuk itu. Tinggal bagaimana kita mencari dan mendapatkan. 

Ada yang bekerja tak kenal lelah, pagi, siang dan sore bahkan hingga malam tetap bekerja. Ada juga yang hanya diam di depan komputer tetapi uang tetap mengalir. Ada juga yang menjadi pembohong, rentenir bahkan menjual diri untuk harga yang menggiurkan. Ah banyak cara membuat kaya. 


Bak kacang yang lupa pada kulitnya, kekayaan bukan hanya sifat melainkan juga kata kerja dan benda. Tergantung bagaimana kita menempatkan. Hingga aku berpikir, banyak orang menginginkan hidup kaya tetapi tidak tahu mengapa mereka ingin kaya. Kenapa mereka ingin kaya. Kita tidak tahu. Kita lebih sering ingin memiliki semuanya tetapi tidak mau kehilangan semuanya. Padahal kekayaan tidak dibawa mati. Ah... terlalu dalam makna ini !!!


Biarkan diri mencari kekayaan, kesana kemari tanpa tujuan. Tanpa adanya pondasi niatan, mengapa ingin kaya. Biarlah ! Biarlah ! Biarlah !. 

Aku tidak peduli yang penting aku kaya. Semua keinginanku terkabul. Aku bisa menikmati hidup ini dengan semua kekayaan harta yang aku miliki. Iya. Aku pasti bahagia mendapatkan semua itu. 

Tanpa aku sadari, aku terus mencari dan mencari. Tanpa pernah aku menyaring apa saja yang aku cari. Apa saja yang aku lakukan untuk mendapatkan semua itu. Tiba-tiba batinku menjerit. Ruang di hatiku kosong, kosong dan kosong. Tak lagi penuh dengan untaian kata dan siraman. Kosong tak berarti. Aku seperti mayat hidup. Memang ragaku hidup, tetapi jiwa ini mati. Tak pernah kusirami bahkan terkadang seringkali kuacuhkan ketika jiwaku meronta-ronta ingin berteriak. Tak sesuai dengan apa yang aku lakukan. Ah Shitttt !!!! 

Merenung dan merenung. Aku seolah disadarkan pada realita. Kehidupan memang menawarkan manipulasi. Dimana diri berbohong dengan diri. Tak pernah sesuai dengan nurani. Ego yang menjadi tumpuan berdiri. Padahal hati yang bersih dan suci.

Mengapa orang ingin kaya ? Tanyakan pada hati kecil kita. Apa kita butuh kekayaan itu ? Hingga tak kita dengarkan bahwa diri kita tidak butuh kekayaan yang memanipulasi kehidupan. Hidup yang sejatinya berjalan beriringan antara hati dan nurani, jiwa dan raga, fisik dan batin, sekarang hanyalah raga dan fisik yang dibahagiakan. Raga yang bersolek padahal raga yang nantinya akan menua. Tetapi jiwa setua apapun ia, ia yang lebih merasakan apa itu bahagia dan apa itu hidup. Karena hidup bukan untuk memanipulasi kehidupan. 



Semburat mega di ruang hati
salam lembayung senja
viana_dew  


0 komentar:

INGSUN, JATI DIRI --- SUJIWO TEJO

16.40 Viana Dew 12 Comments

Kehidupan,
Selalu menawarkan warna warni dunia. Terkadang manusia serakah dan ingin mendapatkan semuanya hingga kehilangan jati diri. Di satu sisi bersikap seperti ini dan di sisi lain bersikap seperti itu. Tak tentu. Bahkan tak jarang, topeng dimainkan agar penonton dapat terpukau. Sejatinya hidup bukan memainkan peran, tetapi menjadi diri sendiri pada semua peran. Resapi salah satu lagu Mbah Sujiwo Tejo. Cari Jati diri yang paling dalam. 


VERSI JAWA KUNO


Nunggang roso ngener ing panggayuh      

lunging gadung mrambat krambil gading   
gegondel witing roso pangroso
nyancang jadi wasanane



Mbrebes mili banyu saking langit

tibeng kedung lumembak ing pangkon
anut nyemplung lelakon ngaurip
cumemplong roso atiku



Candrane wong nglangi

ing tlogo Nirmolo
Candrane kumambang
ing sendang Sumolo



Solan salin slagane manungso

empan papan sasolah-bawane
esuk sore rino sawengine
ajur-ajer 'njing kahanan




tan lyan gegondelan
tarlen mung wit krambil gading



VERSI INDONESIA


naik pada perasaan, hanya untuk menuju impian
seperti akar ubi merangkak naik pohon kelapa
pada akhirnya terkait dengan jatidiri yang sebenarnya

hanya dipandu oleh pohon perasaan


air mata menetes dari langit

jatuh ke danau beriak di pangkuanku
terjun ke dalam cerita hidup
tenggelam dalam lega hatiku

seperti orang berenang

di Danau Nirmolo yang suci
seperti orang mengambang
di Danau Sumolo yang suci

mengubah topeng dan bentuk manusia
tergantung di mana mereka berada
mengubah penampilan sesuai penonton
pagi siang sore dan malam

apa-apa untuk bersandar, tidak ada panduan

kecuali pohon hatimu



ENGLISH VERSION

riding on feelings, heading only for dreams
like the roots of the yam tree creeping up the coconut tree
guided only by the tree of feelings
in the end tied to my true self
tears drip from the sky
falling into the lake rippling on my lap
plunging into life's story
drowning in relief in my heart

like a person swimming
in the holy Nirmolo* lake
like a person floating
in the holy Sumolo* lake

changing masks and human forms
depending on where they are
morning evening noon and night
changing appearance to suit the audience

nothing to lean on, no guide
except the tree of your heart

12 komentar:

Tersirat maupun Tersurat

18.51 Viana Dew 0 Comments

damai, hening dan khusyuk
melontarkan jiwa tuk merajuk
menapaki setiap keping pertanda
yang terlihat tersirat maupun tersurat

jejak jejak itu mulai berubah
seiring dengan hadirnya kedamaian, keheningan dan kekhusyukan

lorong-lorong jalan membisu
dedaunan hilir mudik bersenandung
dan kesederhanaan seolah menjadi rumah
tuk insan yang ingin kembali pulang

oh dunia
gemerlapmu indah, semua aksesoris kemewahanmu berkilau
terpendam, tergenggam ataupun terbang melayang
namun, keindahanmu tak mengalihkan pandanganku
yang bertumpu pada jati diriku

kulihat dirimu hanya sebatas pertanda
menyelami hidup mengetahui bahwa hadirnya ada
terbawa dalam diri dan pesona keindahan mega
membuatku meronta tanpa ucapan kata

hingga aku menyadari kesederhanaan berpikir
jauh menjulang tinggi dibanding perdebatan kusir
menempatkan raga pada kerendahan akhir
karena diri adalah manusia hina yang fakir

0 komentar:

Kebahagiaan, hidup bahagia ? Diukur dari apa ?

18.30 Viana Dew 1 Comments

Bahagia, bahagia dan bahagia.
apa yang ada dalam pikiran kita tentang bahagia kawan?
pasti kita menyebut bahagia selalu identik dengan suka, senang, tertawa dan "guyonan". Terus juga kita pasti mengukur bahagia berdasarkan jumlah materi. Biasanya orang yang kaya pasti hidupnya bahagia dan nggak ada duka sedihnya. Orang yang miskin pasti susah hidupnya. Kalau hidupnya saja sudah susah, bagaimana mau bahagia ?????

ahhhh yakin itu ?
may be yes, may be no. Si Trisno itu pekerjaan sehari-harinya tidak tetap, kadang nguli, kadang nyopir, kadang malah nggak kerja. Tapi tetap saja nggak  ada keluhan darinya tentang hidup seperti itu. Bahkan seringnya cekungan senyum terus terhampar di pipi. Sampai tak tanya, situ bahagia ya ? iya aku bahagia.

Nah beda lagi sama si Arya. Rumahnya gedongan, punya mobil mewah, tiap bulan berjuta-juta uang masuk ke tabungan. Tapi seringnya dia murung. Jarang sekali di rumah, Terkadang terlihat sedih dan mengeluh. padahal kalau dipikir-pikir dia kaya raya, mau beli apa saja bisa. tapi kenapa nggak  bahagia ??

Peristiwa-peristiwa seperti ini pasti sering kita jumpai. Sampai-sampai saya sendiri bertanya-tanya, apa yang salah dari kaya dan miskin terhadap kebahagiaan ? apakah kebahagiaan itu memilih mau bersama dengan orang yang itu dan nggak mau dengan orang ini? ahhh tapi rasanya bukan itu jawabannya.

Pertanyaan-pertanyaan itu masih terngiang-ngiang di kepala saya sampai suatu hari saya membaca buku dari penulis yang sudah sangat pengalaman merasakan pahit, asem, asin, manisnya hidup yakni Cak Nun. Salah satu topik yang dibicarakan dalam buku itu berjudul "berapa harga kebahagiaan". Ketika membaca judul itu saya sempat berfikir, apa ini jawaban pertanyaan-pertanyaan di kepala? mulai deh saya baca kata per kata, kalimat per kalimat sampai paragraf per paragraf. Nah ini jawabannya :

"Bahagia itu tidak sama dengan enak, sedap dan nyaman. Enak, sedap dan nyaman itu relatif dan semuanya itu memiliki pasangan lawan kata sendiri-sendiri. Ketiganya bersifat temporal, situasional. Sedangkan bahagia itu abadi, kuat perkasa, dan tak bisa diubah. Sebab bahagia bergantung pada sikap batin, bergantung pada cara seseorang mengolah mentalnya dalam menghadapi kehidupan. 

Cara mengukur bahagia sendiri itu dengan cinta.  Cinta kualitasnya sejajar dengan bahagia, ruh dan diri. Dalam kebahagiaan tidak ada konflik, yang ada hanyalah cinta. Contohnya saja, anda tidak senang pada kelakuan suami anda tapi sementara itu anda tetap mencintainya. Jadi, senang itu bergantung pada keadaan. Seperti halnya, anda disakiti oleh pasangan anda dan anda benci. Tapi sejujurnya yang anda benci bukan pasangan anda tapi tingkah lakunya. 

Benci itu bukan lawan dari cinta. Karena benci itu cinta yang merasakan sakit tapi yang merasakan sakit tetap cinta namanya. Jadi, cinta itu kental, utuh, abadi. Seperti rasa bahagia itu sendiri. 

Jadi, kekayaan, kemiskinan status sosial dan pangkat bukan menentukan kebahagiaan seseorang. Yang menentukan kebahagiaan seseorang ialah bagaimana sikap mental dan sikap batin manusia terhadap kekayaan dan kemiskinan."

Dan...
Terjawab sudah pertanyaan yang mengganggu kepala saya selama ini. Bahagia tergantung dari mana kita bersikap. Seperti halnya nabi Muhammad. Beliau hanya tinggal di rumah tak lebih dari ukuran 2x3 m dan tergolong hidup yang miskin jika diukur dari masa sekarang. Tapi seperti yang kita ketahui, beliau selalu bahagia dalam kesederhanaan. 

1 komentar: